Oleh : Shiddiq Amien
Senjata Pemusnah Masal (
Weapons of Mass Destruction ) yang banyak ditudingkan AS dan Sekutunya kepada
Irak, Iran, Afganistan dan Korea Utara ternyata datang dari AS
sendiri dalam bentuk fundamental ekonomi AS yang kropos dan telah
membuat runtuhnya benteng keuangan liberal
yang ditandai dengan bertumbangannya institusi finasial di berbagai negara
di dunia.
Lehman Brothers,
perusahaan raksasa keuangan berusia 158 tahun yang didirikan pengusaha Yahudi
Jerman bernama Henry Lehman yang berimigrasi ke Alabama , AS, tahun 1844, kini bangkrut.
Harga sahamnya di pasar modal hanya tinggal 21 sen dollar, padahal harga
sebelumnya 67,73 dollar. Sebelumnya Fannie Mae dan Freddie Mac,
dua perusahaan keuangan terbesar dalam bisnis perumahan juga tersungkur, dan harus disuntik 200
milyar dollar. Hal yang sama dilakukan terhadap American International Group
(AIG), perusahaan asuransi terbesar di dunia yang berpusat di New York, sponsor
klub sepak bola Inggris Manchester United yang memiliki asset senilai satu triliun US dollar dengan 100.000 karyawan
tersebar di seluruh dunia kini 80 % sahamnya sudah diambil alih The Fed ( Federal Reserve ) Bank Sentral
AS, begitu juga manajemennya. Sebelumnya
The Fed sudah mengambil alih Bear Stearns, bank investasi di Wall Street , New
York . Beberapa perusahaan keuangan ternama lainnya juga
oleng dan melego saham-sahamnya : Merrill Lynch, Goldman Sazhs, Morgan
Stenly dan Washington
Mutual Wachovia. Semuanya adalah
korban dari krisis keuangan yang melanda AS yang dimulai dari krisis kredit
perumahan subprime mortage. Padahal beberapa perusahaan tersebut sudah berusia
ratusan tahun dan berhasil selamat dari terpaan krisis ekonomi selama ini,
termasuk krisis ekonomi terdahsyat dalam sejarah, Great Depression, tahun
1930.
Kepanikan luar biasa pun melanda
pasar modal. Indeks keuangan Dow
Jones di Wall Street, AS dan FTSE
di London terjun bebas. Indeks Nikei di Tokyo, Micex di Moskow dan saham di banyak negara lainnya termasuk
IHSG di Jakarta juga mengalami penurunan tajam.
Menyadari beratnya resiko yang
harus ditanggung jika economic downturn ini terus berlangsung, otoritas
pemerintahan dan keuangan di berbagai negara melakukan upaya untuk meminimalkan
resiko kejatuhan yang dalam. George W Bush meminta senat dan DPR serta dua kandidat Presiden,
Obama dan Mc Cain untuk menyetujui paket bantuan keuangan untuk menyuntik
Bank-Bank AS sejumlah 700 miliar dollar AS ( Rp 6.660 triliun) atau hampir tujuh kali besarnya APBN RI tahun
2008. Ini merupakan penjaminan terbesar yang diberikan pemerintah kepada
perusahaan swasta dalam sejarah AS. Sebuah proyek mirip Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI) sebesar 650 triliun rupiah dalam krisis moneter Indonesia .
Selain itu The Securities and
Exchange Comission (SEC), sebuah komisi yang mengurusi bursa saham,
melarang sementara praktek jual beli singkat ( Short sales) 799 saham. Short
Sales adalah jual beli saham oleh para agen bermodal dengkul yang baru membayar
jika saham telah terjual. Dana penyelamatan ( rescue plan ) ini berasal
dari utang melalui penerbitan surat
utang. Maka kini utang luar negri AS
akan melonjak menjadi 11,3 triliun US dollar, yang pada gilirannya
harus dibayar dari pajak rakyat AS. Gordon Brown, Perdana Menteri Inggris juga
memaklumkan bahwa pemerintahannya akan menyuntikkan dana bagi institusi
perbankan Inggris sebesar 500 miliar poundsterling ( 865 miliar dollar atau
8.232 triliun rupiah ). Sebuah nilai sangat fantastis yang menggambarkan
besarnya masalah yang harus dihadapi Pemerintah Inggris. Apa yang dilakukan pemerintah AS dan Inggris
serta negara lainnya ini merupakan sikap paradoks dan campur tangan pemerintah terhadap pasar. Kebijakan membeli asset-aset busuk yang
ditinggalkan puluhan perusahaan investasi dengan memakai uang dan pajak rakyat,
bertentangan dan diharamkan oleh ideologi kapitalisme. Ketika untung kaum kapitalis menguasai sendiri
keuntungannya, tapi ketika rugi dan bangkrut mereka meminta pemerintah
menyediakan parasut emas untuk menolongnya.
AS kini benar-benar menghadapi
krisis keuangan yang sangat dahsyat. Perusahaan-perusahaan besar yang jadi ikon
AS jatuh bangkrut, bisnis macet, pengangguran melonjak, utang luar negeri
membengkak, defisit Anggaran mencapai
US$ 455 dollar pada tahun fiskal 2008. Menurut Biro Sensus AS kini lebih dari
37 juta warga AS hidup di bawah garis kemiskinan. Lebih dari 29 juta warga
hidupnya bergantung kepada kupon bantuan pemerintah untuk membeli pangan (food
stamp) yang dibagikan pemerintah, kupon senilai US$ 5,87 ( Rp 60.000). Sejak kekalahan dalam pemilu sela akhir 2006
Bush yang dianggap menjadi salah
satu biangkerok ambrolnya ekonomi AS kini
telah menjadi bebek pincang (lameduck). Ia masih memerintah sebagai presiden
tapi dengan kekuasaan yang lemah, karena
Kongres dikuasai oleh kelompok oposisi. Prof. Paul Kruggman, guru besar ekonomi
di University of Princeton dan kolumnis
The New York Times dengan pesimis
dan sinis menyebutkan bahwa kini AS telah menjadi Republik Pisang ( Banana
Republic ) yang memiliki senjata
nuklir (The New York Times 30/9-08)
Dalam sejarah ekonomi, ternyata
krisis sering terjadi di mana-mana, melanda hampir semua negara yang menerapkan
sistem kapitalisme. Roy Davies dan Glyn Davies , 1996 dalam buku The History
of Money From Ancient Time to Present Day menguraikan sejarah secara kronologis dan
komprehensif, dimana sepanjang abad 20 telah terjadi 20 kali krisis ekonomi besar yang melanda banyak negara.
Fakta ini menunjukkan bahwa rata-rata, setiap 5 tahun terjadi krisis keuangan
hebat yang mengakibatkan penderitaan bagi jutaan umat manusia.
Editorial The New York Times
20/9-08 dengan sangat keras mengecam sistem kapitalisme liberal yang diterapkan
regim Bush sebagai sumber malapetaka ini. Menurut editorial itu, rakyat AS
harus diberitahu kebenaran yang fundamental bahwa krisis yang sekarang menerpa
AS terjadi sebagai hasil sebuah kesengajaan dan kegagalan sistemik dari
pemerintah untuk mengatur dan memonitor aktivitas bankir, kreditor, pengelola
dana (hedge funds), asuransi dan pemain pasar lainnya. Kegagalan pengaturan ini, pada masanya didasari pada
kepercayaan suci dari pemerintahan Bush bahwa pasar dengan tangan silumannya
bekerja dengan sangat baik ketika ia dibiarkan
bekerja sendiri, mengatur diri sendiri dan mengawasi dirinya sendiri.
Negeri ini sekarang harus membayar mahal harga khayalan itu. Maka berbagai
penjaminan, penalangan yang sekarang dilakukan pemerintah hanya langkah
pertama, setelah itu yang harus dilakukan adalah bekerja keras untuk membuat
regulasi yang dibutuhkan oleh sebuah sistem keuangan yang terpercaya.
Regulasi adalah sebuah
kata yang sangat dimusuhi oleh kaum kapitalis. Sejak krisis 1998, Indonesia
melalui pemaksaan IMF dan Bank Dunia dan dibantu kelompok “ Mafia Berkeley”
menerapkan sistem kapitalisme liberal di Indonesia. Sejak itu berbagai regulasi
dihabisi : Bulog dibubarkan, Pertamina dikempeskan, impor dibebaskan, sehingga
banyak rakyat yang mati kelaparan. Indonesia yang kaya akan sumber
daya alam, sekarang menjadi surga bagi perusahaan asing. Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) dijual kepada asing.
Sementara itu menurut pakar
ekonomi Islam, penyebab utama krisis adalah kepincangan sektor moneter
(keuangan) dan sektor riil. Sektor keuangan berkembang pesat dan meninggalkan
jauh sektor riil. Tercerabutnya sektor
moneter dari sektor riil terlihat nyata dalam bisnis transaksi maya ( virtual transaction
) melalui transaksi drivatif yang penuh riba. Transaksi maya di bursa saham dan
pasar modal mencapai lebih dari 95 persen dari seluruh transaksi dunia.
Sementara transaksi di sektor riil berupa perdagangan barang dan jasa hanya
berkisar sekitar lima
persen saja. Dalam tulisan Agustianto di sebuah seminar nasional tahun 2007 di
UIN Jakarta disebutkan bahwa volume transaksi yang terjadi di pasar uang dunia berjumlah US$ 1,5 triliun dalam sehari.
Sedangkan volume transaksi pada perdagangan dunia sector riil hanya US$ 6
trilliun setiap tahunnya ( Rasio 500:6 ). Sebelum krisis moneter Asia , dalam satu hari dana yang gentayangan dalam transaksi
maya di pasar modal dan pasar uang dunia diperkirakan rata-rata beredar sekitar
2-3 triliun dollar AS atau dalam satu tahun 700 triliun dollar AS. Padahal arus
perdagangan barang secara internasional dalam satu tahunnya hanya berkisar 7
triliun dollar AS. Jadi arus uang 100 kali lebih cepat dibanding arus barang.
Dalam ekonomi Islam jumlah uang yang beredar sama banyaknya dengan nilai barang
dan jasa. Dengan kata lain sumber
malapetaka ekonomi dunia adalah praktik
Maisir, Gharar dan Riba yg diharamkan. Maysir dalam bentuk judi
dan spekulasi. Di Pasar modal dalam bentuk short selling dan margin
trading. Gharar adalah transaksi maya, bisnis beresiko tinggi. Riba
adalah pencarian keuntungan tanpa transaksi bisnis riil. Masih belum yakinkah
dengan bobroknya Kapitalisme ? Wallahu
‘alam bis showwab.