HUKUM MENJAMAK SHALAT : Menjamak shalat maksudnya
mengerjakan dua shalat pada satu waktu, seperti shalat zuhur dan ashar
dilaksanakan pada waktu zuhur, disebut dengan jamak takdim, atau mengerjakan
shalat zuhur dan ashar pada waktu ashar, disebut dengan jamak takhir. Begitu
juga Shalat maghrib dan isya.
Pertanyaan fiqih mengenai apa dan bagaimana hukum menjamak Shalat?. Menjawab pertanyaan tersebut maka perlu diketahui terlebih dahulu bahwa menjamak
shalat bukan merupakan syarat maupun rukun shalat, tapi merupakan rukhshah bukan
azimah. Melaksanakan hukum rukhshah mesti ada penyebab atau udzur, karena pada
asalnya shalat yang 5 waktu itu harus dikerjakan di dalam waktunya. Apabila
sengaja mengerjakan shalat di luar waktunya tanpa sebab yang dizinkan oleh
Syari, maka shalatnya tidak sah. Hanyasaja sudah terjadi perbedaan mulai dari kalangan para
sahabat Nabi saw. sampai sekarang tentang; apa yang menjadi sebab atau udzur “bolehnya”
menjamak shalat.
Agar jelas, marilah kita perhatikan beberapa sub judul di bawah ini, yang menerangkan tentang masalah hukum menjamak shalat fardlu :
Agar jelas, marilah kita perhatikan beberapa sub judul di bawah ini, yang menerangkan tentang masalah hukum menjamak shalat fardlu :
Jamak
Taqdim di tempat Sendiri
Sepengetahuan kami, tidak ditemukan
contoh dari Rasulullah saw. maupun para sahabatnya menjamak taqdim di tempat
sendiri. Sunnah Rasuh saw itu, apabila beliau hendak bepergian dan sudah tiba
waktu zuhur misalnya, maka beliau akan shalat zuhur terlebih dahulu kemudian
berangkat dan shalat asharnya dilakukan diperjalanan. Perhatikanlah hadis
berikut ini:
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ y أَنَّ النَّبِيَّ e صَلَّى الظُّهْرَ بِالْمَدِينَةِ
أَرْبَعًا وَصَلَّى الْعَصْرَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ قَالَ
وَأَحْسِبُهُ بَاتَ بِهَا حَتَّى أَصْبَحَ. رواه البخاري ومسلم
Dari Anas bin Malik
ra.”Bahwasanya Nabi saw. salat zhuhur di Madinah empat rakaat dan di zul
Hulaifah dua rakaat. Anas berkata,”Aku mengira beliau mabit di sana hingga
subuh”.H.r. Al-Bukhari dan Muslim
Sepengetahuan kami, para ulama
berpendapat adanya jamak takhir di tempat sendiri dengan hadis-hadis di bawah ini:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
e صَلَّى بِالْمَدِينَةِ سَبْعًا وَثَمَانِيًا
الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ
Dari
Ibnu Abbas,”Bahwasanya Rasulullah saw. pernah shalat di Madinah tujuh dan
delapan rakaat, yakni zuhur, ashar, maghrib dan Isya. H.r. Muslim
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ e بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ
بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ
Dari
Ibnu Abbas, ia berkata,”Rasulullsaw. Menjamak antara zuhur dan ashar, maghrib
dan isya di Madinah pada keadaan yang tidak takut juga tidak hujan. H.r. Muslim
Sedangkan
dalam riwayat Abu Daud ada tambahan:
فَقِيلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ مَا أَرَادَ إِلَى
ذَلِكَ قَالَ أَرَادَ أَنْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ
Ibnu
Abbas ditanya,”Apa yang Beliau kehendaki melakukan itu? Ibnu Abbas
menjawab.’Beliau ingin tidak menyulitkan umatnya”. H.r. Abu Daud
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ e ثَمَانِيًا جَمِيعًا وَسَبْعًا جَمِيعًا قُلْتُ
يَا أَبَا الشَّعْثَاءِ أَظُنُّهُ أَخَّرَ الظُّهْرَ وَعَجَّلَ الْعَصْرَ وَأَخَّرَ
الْمَغْرِبَ وَعَجَّلَ الْعِشَاءَ قَالَ وَأَنَا أَظُنُّ ذَاكَ
Dari
Ibnu Abbas, ia berkata,”Aku pernah shalat bersama Nabi saw. delapan rakaat
dijamak dan tujuh rakaat dijamak. AKu berkata,”Wahai Abul Sya’tsa,’Aku
mengira beliau mengakhirkan zuhur dan menyegerakan ashar, dan mengakhirkan
maghrib dan menyegerakan isya. Abul Sya’ta berkata,’Aku pun mengira demikian”. H.r.
Al-Bukhari dan Muslim
Hadis-hadis di atas memang sahih, tidak ada satu lafad pun yang bertentangan, malah saling melengkapi satu sama lainnya, karena hadis-hadis di atas sedang menerangkan satu kejadian, namun diriwayatkan dengan jalur sanad yang berbeda dan matan yang berbeda pula. Namun hadis-hadis tersebut tidak bisa hanya dipahami satu hadis saja dengan mengabaikan hadis yang lainnya, akan tetapi semua hadis tersebut harus dipadukan agar tidak berkesimpulan salah dari hadis-hadis yang benar adanya.
Menurut kami, Nabi saw. menjamak shalat zuhur-ashar dan maghrib-isya di Madinah atau ditempat sendiri bukan benar-benar menjamak takhir (jam’un haqiqiyun) akan tetapi “kelihatannya dijamak” (jam’un shuriyyun), sebagaimana Ibnu Abbas sendiri mengatakan’Aku mengira beliau mengakhirkan zuhur dan menyegerakan ashar, dan mengakhirkan maghrib dan menyegerakan isya. Artinya Nabi saw. masih melaksanakan shalat zuhur pada waktu zuhur dan shalat ashar pada waktu ashar. demikian juga shalat maghrib dan isya dilaksakan pada waktu masing-masing. Ternyata sangkaan Ibnu Abbas itu sama dengan Abul Sya’ta , ia berkata,’Aku pun mengira demikian”.
Hadis-hadis di atas memang sahih, tidak ada satu lafad pun yang bertentangan, malah saling melengkapi satu sama lainnya, karena hadis-hadis di atas sedang menerangkan satu kejadian, namun diriwayatkan dengan jalur sanad yang berbeda dan matan yang berbeda pula. Namun hadis-hadis tersebut tidak bisa hanya dipahami satu hadis saja dengan mengabaikan hadis yang lainnya, akan tetapi semua hadis tersebut harus dipadukan agar tidak berkesimpulan salah dari hadis-hadis yang benar adanya.
Menurut kami, Nabi saw. menjamak shalat zuhur-ashar dan maghrib-isya di Madinah atau ditempat sendiri bukan benar-benar menjamak takhir (jam’un haqiqiyun) akan tetapi “kelihatannya dijamak” (jam’un shuriyyun), sebagaimana Ibnu Abbas sendiri mengatakan’Aku mengira beliau mengakhirkan zuhur dan menyegerakan ashar, dan mengakhirkan maghrib dan menyegerakan isya. Artinya Nabi saw. masih melaksanakan shalat zuhur pada waktu zuhur dan shalat ashar pada waktu ashar. demikian juga shalat maghrib dan isya dilaksakan pada waktu masing-masing. Ternyata sangkaan Ibnu Abbas itu sama dengan Abul Sya’ta , ia berkata,’Aku pun mengira demikian”.
Perkiraan Ibnu Abbas dan Abul Sya’tsa itu dapat diterima
benar demikian adanya, karena jika Nabi saw. benar-benar menjamak zuhur-ashar
dan maghrib isya dengan tanpa sebab atau udzur, maka hal itu tidak dapat
diterima. Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa menjamak itu rukhshah, sedangkan
rukhshah harus ada penyebab atau udzur, sebagai Ibnu Taimiyyah mengatakan:
وَأَمَّا
الْجَمْعُ فَسَبَبُهُ الْحَاجَةُ وَالْعُذْرُ فَإِذَا احْتَاجَ إلَيْهِ جَمَعَ فِي
السَّفَرِ الْقَصِيرِ وَالطَّوِيلِ وَكَذَلِكَ الْجَمْعُ لِلْمَطَرِ وَنَحْوِهِ
وَلِلْمَرَضِ وَنَحْوِهِ وَلِغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ الْأَسْبَابِ فَإِنَّ
الْمَقْصُودَ بِهِ رَفْعُ الْحَرَجِ عَنْ الْأُمَّةِ
Adapun menjamak shalat
adalah karena adanya hajat (kebutuhan) dan adanya udzur (halangan).
Jika seseorang perlu untuk menjamak shalat, maka ia boleh menjamaknya pada
safar yang singkat atau safar yang waktunya lama. Begitu pula seseorang boleh
menjamak shalat karena alasan hujan dan kesulitan semacam itu, karena sakit,
dan sebab lainnya. Karena sebab menjamak shalat adalah untuk menghilangkan
kesulitan pada kaum muslimin. (Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
Darul Wafa’, 22/292
Menjamak
shalat pada waktu safar pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. namun bukan
merupakan syarat atau rukun shalat tapi rukhshah atau keringanan bagi umatnya.
Menjamak shalat pada waktu safar bisa dengan cara melaksanakan shalat zuhur dan
ashar pada waktu zhuhur (jamak taqdim) atau melaksanakan shalat zhuhur dan
ashar pada waktu ashar (jamak takhir). Demikian pula halnya shalat maghrib dan
isya. Seperti keterangan di bawah ini:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ e
جَمَعَ بَيْنَ الصَّلاَةِ فِي سَفْرَةٍ
سَافَرَهَا فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ فَجَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ
وَالْعِشَاءِ. قَالَ سَعِيدٌ فَقُلْتُ ِلابْنِ عَبَّاسٍ مَا حَمَلَهُ عَلَى ذَلِكَ؟
قَالَ: أَرَادَ أَنْ لاَ يُحْرِجَ أُمَّتَهُ. رواه مسلم
Dari Ibnu Abbas,"Bahwasanya Rasulullah saw menjamak shalat
pada suatu perjalanan ketika perang Tabuk. Beliau menjamak zhuhur dan ashar,
serta maghrib dan isya. Sa'ad bertanya kepada Ibnu Abbas,'Apa yang membuat
Beliau berbuat begitu? Ibnu Abbas menjawab,'Beliau ingin untuk tidak
menyulitkan umatnya". H.r. Muslim
عَنْ
مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ e كَانَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ إِذَا زَاغَتِ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ
يَرْتَحِلَ جَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَإِنْ يَرْتَحِلْ قَبْلَ أَنْ
تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ حَتَّى يَنْزِلَ لِلْعَصْرِ وَفِي
الْمَغْرِبِ مِثْلُ ذَلِكَ. رواه أبو داود
Dari Muadz bin Jabal,”Bahwa Rasulullah saw. pada waktu perang Tabuk (pada
waktu safar), apabila sudah tergelincir matahari sebelum pergi, maka
beliau menjamak zhuhur dan ashar (pada waktu zhuhur), dan apabila pergi
sebelum matahari tergelincir, maka beliau mengakhirkan zhuhur hingga datang
waktu ashar. Dan demikian pula pada waktu magrib seperti itu....”. H.r Abu Daud
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ
إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ وَيَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ
Dari
Ibnu Abbas, ia berkata,”Rasulullah saw. pernah menjamak shalat zuhur dan ashar apabila
beliau berada di “tengah” perjalanan dan menjamak antara maghrib dan isya”.
H.r. Al-Bukhari
عَنْ
أَنَسٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ e إِذَا أَرَادَ أَنْ يَجْمَعَ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ
فِي السَّفَرِ أَخَّرَ الظُّهْرَ حَتَّى يَدْخُلَ أَوَّلُ وَقْتِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَجْمَعُ
بَيْنَهُمَا. رواه مسلم
Dari Anas, ai
berkata,”Nabi saw. itu apabila hendak menjamak antara dua shalat pada waktu
safar, maka beliau mengakhirkan zuhur hingga masuk awal waktu ashar kemudian
menjamak keduanya’. H.r. Muslim
عَنْ
سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ e يَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ إِذَا
جَدَّ بِهِ السَّيْرُ
Dari SAlim dari Bapaknya,
ia berkata,”Nabi saw. pernah menjamak antara maghrib dan isya apabila
disebarkan oleh perjalannya”. H.r. Al-Bukhari
عَنْ
أَسْلَمَ قَالَ كُنْتُ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
بِطَرِيقِ مَكَّةَ فَبَلَغَهُ عَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ أَبِي عُبَيْدٍ شِدَّةُ وَجَعٍ
فَأَسْرَعَ السَّيْرَ حَتَّى كَانَ بَعْدَ غُرُوبِ الشَّفَقِ نَزَلَ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ
وَالْعَتَمَةَ جَمَعَ بَيْنَهُمَا ثُمَّ قَالَ إِنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ e
إِذَا
جَدَّ بِهِ السَّيْرُ أَخَّرَ الْمَغْرِبَ وَجَمَعَ بَيْنَهُمَا. رواه البخاري
Dari Aslam, ia
berkata,”Aku pernah bersama Abdullah bin Umar di jalan (menuju) mekkah.
Kemudian sampai kepadanya Syiddatu waja’in (yang sakit) dari shafiyyah binti
Abu Ubaid. Lalu ia menyegerakan perjalanannya hinnga setelah hilang syafaq
(masuk waktu isya) Ibnu Umar turun lalu shalat maghrib dan isya, ia menjamak
keduanya, kemudian ia berkata,”Sesungguhnya aku melihat Nabi saw. apabila
direpotkan oleh perjalananya, maka beliau akan mengakhirkan maghrib (kepada
waktu isya) dan menjamak kedunya”.
Hadis-hadis yang menerangkan Rasulullah saw. menjamak
shalatnya pada waktu safar sangatlah banyak dan hadis-hadisnya sahih. Ada
shalat-shalat yang dijamak takdim dan ada pula yang dijamak takhir. Akan tetapi
masalahnya sama dengan di atas, memahami hadis-hadis tentang Rasul saw.
menjamak, jangan menyimpulkan dengan satu hadis dengan mengabaikan yang
lainnya.
Sebagian hadis hanya menerangkan Rasulullah saw. menjamak
shalat. Sedangkan hadis yang lainnya menerangkan dengan penyebabnya, malah
diterangkan dengan kronologisnya. Dengan hadis-hadisnya di atas, penulis
berpendapat bahwa Rasulullah saw. menjamak shalatnya itu ada penyebab atau
udzurnya. Yang pasti penyebabnya bukan safar semata-mata tapi ada penyebab atau
illat yang lainnya, karena safar illah untuk qashar sedangkan jamak karena
hajat, illat atau penyebab yang lainnya, baik dilakukan pada waktu safar atau
di tempat sendiri.
Menjamak Dua Salat dengan satu Adzan dan dua Iqamat
Mengumandangkan adzan dan iqamat memang bukan syarat atau
rukun shalat, tapi merupakan ibadah yang hukumnya sunat apabila hendak
melaksanakan shalat wajib baik berada di tempat sendiri maupun pada waktu
safar. Pada asalnya satu adzan untuk satu shalat begitu juga halnya iqamah.
Namun apabila shalatnya dijamak maka adzan cukup satu kali sedangkan iqamah
dilakukan tetap untuk setip kali melakukan shalat wajib.
عَنْ
جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ e
الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ بِأَذَانٍ وَاحِدٍ بِعَرَفَةَ وَلَمْ
يُسَبِّحْ بَيْنَهُمَا وَإِقَامَتَيْنِ وَصَلَّى الْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ
بِجَمْعٍ بِأَذَانٍ وَاحِدٍ وَإِقَامَتَيْنِ وَلَمْ يُسَبِّحْ بَيْنَهُمَا.
Dari JA’far bin Muhamad dari bapaknya,”Bahwa Nabi saw. salat zhuhur dan
ashar di Arafah dengan satu adzan dan dua Iqamat dan beliau tidak salat sunat
di antara keduanya. Dan beliau pun salat maghrib dan isya dengan jamak dengan
satu adzan dan dua iqamah dan belaiu tidak salat sunnat di antara keduanya”. H.r.
Muslim, Abu Daud dan An-Nasai
Penulis: Ust. Amin Muchtar
Walloohu A'lamu bish Shawab