KOREKSI SEJARAH KH.FIRDAUS AN


Oleh : Shiddiq Amien
 Hari Kebangkitan Nasional yang dirayakan setiap tanggal 20 Mei, khusus untuk 20 Mei 2008 menjadi sangat istimewa, karena dinilai sebagai perayaan yang ke-100. Berbagai kegiatan sengaja diada-adakan, bahkan oleh sebagian kalangan dijadikan momen untuk “jual tampang” menyongsong Pemilu 2009 dan Pilpres 2010. Kelahiran organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908, dijadikan sebagai tonggak hari Kebangkitan Nasional.

KH. Firdaus AN, mantan Ketua Majelis Syuro Syarikat Islam kelahiran Maninjau tahun 1924 dalam bukunya “ Syarikat Islam Bukan Budi Utomo : Meluruskan Sejarah Pergerakan Bangsa “( seperti ditulis Rizky Ridyasmara dlm ppiindia ),  menilai bahwa Budi Utomo (BO)  tidaklah memiliki andil untuk perjuangan kemerdekaan, mereka itu adalah para pegawai negeri  ( ambtenaar ) yang digaji Belanda untuk mempertahankan penjajahan yang dilakukan tuannya atas Indonesia.  BO juga tidak turut mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemerdekaan, karena telah bubar pada tahun 1935. BO adalah organisasi sempit, lokal dan etnis sentris. Hanya orang Jawa dan Madura yang boleh menjadi anggotanya. BO didirikan di Jakarta tanggal 20 Mei 1908 atas prakarsa para mahasiswa kedokteran STOVIA, Soetomo dan kawan-kawan. Di dalam rapat-rapat perkumpulan dan bahkan dalam penyusunan Anggaran Dasar Organisasi-pun BO tidak menggunakan bahasa Indonesia, melainkan menggunakan bahasa Belanda. Dalam rapat-rapat, BO tidak pernah membahas tentang kesadaran berbangsa dan bernegara yang merdeka. Mereka hanya membahas bagaimana memperbaiki tarap hidup orang-orang Jawa dan Madura di bawah pemerintahan Ratu Belanda.

Di dalam Pasal 2 Anggaran Dasar BO tertulis tentang tujuan organisasi yakni untuk menggalang kerjasama guna  memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara harmonis. Tujuan BO tersebut jelas bersifat Jawa-Madura sentris, sama sekali bukan kebangsaan. BO juga memandang Islam sebagai batu sandungan bagi upaya mereka. Noto Soeroto, salah seorang tokoh BO, di dalam salah satu pidatonya tentang Gedachten van Kartini Alsrichtnoer voor de Indische Vereniging  berkata : “ Agama Islam merupakan batu karang yang sangat berbahaya.... sebab itu soal agama harus disingkirkan, agar perahu kita tidak karam dalam gelombang kesulitan “. Sebuah artikel di ”Suara Umum “ sebuah media massa milik BO di bawah asuhan Dr. Soetomo terbitan Surabaya, yang dikutip oleh  Al-Ustadz A. Hassan dalam majalah “ Al-Lisan “  terdapat tulisan yang antara lain berbunyi :      “Digul lebih utama dari pada Mekkah, Buanglah Ka’bah dan jadikanlah Demak itu kamu punya kiblat. “ ( M.S. Al-Lisan Nomer 24, 1938)

Karena sikapnya yang tunduk dan setia kepada pemerintah kolonial Belanda, maka tidak ada satu orang pun anggota BO yang ditangkap dan dipenjarakan Belanda. Arah perjuangan BO yang tidak berasas kebangsaan , melainkan chauvinisme sempit, sebatas memperjuangkan Jawa dan Madura saja telah membuat kecewa dua tokoh besar BO sendiri, yakni Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo, sehingga keduanya kemudian hengkang dari BO.
Bukan itu saja, di belakang BO pun terdapat fakta yang mencengangkan. Ketua pertama BO yakni Raden Adipati Tirtokusumo, ternyata juga adalah seorang anggota Freemasonry. Dia aktif di Loge Mataram sejak tahun 1895.  Sekertaris BO (1916) , Boediardjo , juga seorang mason yang mendirikan cabang sendiri dengan nama Mason Boediardjo. Hal ini diungkapkan dalam buku “ Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, karya Dr. Th. Stevens.” Sebuah buku yang dicetak terbatas dan hanya diperuntukan bagi angota Mason Indonesia.

 Menurut KH Firdaus AN tiga tahun sebelum BO didirikan, Haji Samanhudi dan kawan-kawan mendirikan  Syarikat Islam  (SI) yang awalnya bernama Syarikat Dagang Islam (SDI) di  Solo pada tanggal 16 Oktober 1905. Ini merupakn organisasi Islam tertua dari semua organisasi masa di tanah air.  SI lebih nasionalis. Keanggotaan SI terbuka  bagi semua rakyat Indonesia yang mayoritas muslim. Sebab itu para pengurusnyapun terdiri dari berbagai macam suku, seperti : Haji Samanhudi dan HOS Tjokroaminoto berasal dari Jawa Tengah dan Timur, Agus Salim dan Abdoel Moeis dari Sumatra Barat, dan AM Sangaji dari Maluku. SI bertujuan Islam Raya dan Indonesia Raya, bersifat nasional, Anggaran Dasarnya ditulis dalam Bahasa Indonesia, bersikap non-kooperatif dengan Belanda, SI memperjuangkan kemerdekaan dan ikut mengantarkan bangsa ini melewati pintu gerbang kemerdekaan.
Hari Kebangkitan Nasional yang telah kadung diperingati setiap tanggal 20 Mei , seharusnya digantikan dengan tanggal 16 Oktober, hari berdirinya Serikat Islam.

KH Firdaus AN  (Ihsan Tanjung, swaramuslim.com) juga mengoreksi teks proklamasi kemerdekaan yang diumumkan di rumah Bung Karno, jl. Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945, dan selalu dibaca setiap upacara 17 Agustus, menurutnya teks  yang dibacakan itu telah melanggar konsensus yang telah ditetapkan oleh BPUPKI pada 22 Juni 1945, bahwa teks Piagam Jakarta harus dijadikan sebagai Teks Proklamasi atau Deklarasi Kemerdekaan Indonesia. Alasan Bung Hatta seperti diceritakan dalam bukunya  Sekitar Proklamasi hal. 49 bahwa pada malam tanggal 16 Agustus 1945 itu tidak ada seorang di antara mereka yang mempunyai teks resmi yang dibuat pada tanggal 22 Juni 1945, tidak dapat diterima. Mengapa mereka tidak mengambil teks  resmi tersebut di rumah beliau di jl. Diponogoro yang jaraknya cukup dekat ? Mengapa mereka bisa ke rumah Mayjend Nisimura, penguasa Jepang dan menyempatkan diri untuk berbicara cukup lama malam itu, sementara untuk mengambil teks resmi yang telah disiapkan dua bulan sebelumnya mereka tidak mau? Sungguh tidak masuk akal ketika esok pagi Proklamasi akan diumumkan, jam dua malam masih belum ada teksnya. Sehingga harus dibuat terburu-buru, ditulis tangan dengan banyak coretan. Seolah-olah Proklamasi yang amat penting bagi sejarah suatu bangsa itu dibuat terburu-buru tanpa persiapan yang matang.

Teks Proklamasi itu bukan hanya ditandatangani dua orang tokoh nasional: Soekarno –Hatta, tapi ditandatangani oleh sembilan orang seperti tercantum dalam Piagam Jakarta. Deklarasi Kemerdekaan Amerika saja ditandatangani oleh lebih dari lima orang tokoh.
Teks Proklamasi yang dibacakan Soekarno itu terlalu pendek, hanya terdiri dari dua alinea yang sangat ringkas, hampa dan tidak aspiratif.  Tidak mencerminkan aspirasi Bangsa Indonesia, tidak mencerminkan cita-cita yang dianut oleh golongan terbesar bangsa ini, yakni penganut Islam. Tak heran banyak pemuda yang menolak teks Proklamasi itu. Tak ada di dunia teks proklamasi atau deklarasi kemerdekaan yang tidak mencerminkan aspirasi bangsanya. Teks Proklamasi itu manipulatif dan merupakan distorsi sejarah, karena tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Adapun teks Proklamasi yang disepakati bersama BPUPKI pada 22 Juni itu sesuai dengan teks atau lafal Piagam Jakarta.  Bunyinya :

Proklamasi,

Bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia  yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ( Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta, Mr. Ahmad Soebardjo, Abikusno Tjokrosujoso, AA Maramis, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, KH. Wahid hasyim, Mr. Muh. Yamin ).
 Wallahu a’lam bis-showwab 

Share :